
GenPI.co - Hari-hariku tidak sama lagi. Ya, tak sama setelah dia pergi dari hidupku. Deva, mantan kekasihku.
Kami sepakat mengakhiri hubungan setelah berpacaran delapan tahun lamanya. Delapan tahun itu bukanlah waktu yang singkat. Namun, mengingatnya kembali lagi, lagi, dan lagi, membuat aku gila.
Aku selalu melakukan hal yang terbaik untuk Deva. Sayangnya, dia tidak pernah melihat sedikitpun perjuanganku untuk dia. Dia yang cenderung temperamen, tidak jarang membuat aku mendapatkan layangan tangan darinya.
BACA JUGA: Udara Dingin Menyelinap di Sela Jendela, Mertua Sampai Betah
Dia yang karakternya sangat keras, tidak jarang membuat aku meneteskan air mata. Mencintainya adalah keputusanku, keputusan di mana aku membiarkan diriku terus disakiti olehnya.
Aku tidak mengerti mengapa dia begitu kasar padaku. Namun, bila tidak mendapatkan rasa sakit darinya. Rasanya seperti tidak dicintai.
BACA JUGA: Punggungku Memerah karena Ulah Mertua, Suami Marah-marah
"Kamu gila, ya?," Teriak Deva, sambil mengangkat tangannya bersiap menamparku.
"Tampar! Ayo, tampar!," Ucapku, memberikan tantangan.
"Memang wanita gila," umpatnya, sambil meninggalkan aku pergi.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News