Putus Asa Setelah Kehilangan Jejak Kawan ( 3 – habis)

Putus Asa Setelah Kehilangan Jejak Kawan ( 3 – habis) - GenPI.co
Frea Anneta.

Yang pasti aku sudah tidak mungkin lagi beristirahat, apa lagi menenangkan diri di dalam masjid itu.  Tetapi halaman masjid ini cukup luas. Bahkan sangat luas, seperti lapangan. Di situ juga sudah ada banyak manusia berkumpul. Kebanyakan, adalah kaum lelaki. Akhirnya, aku memilih berada di luar di halaman masjid Bersama kaum lelaki. 

Dan nampak beberapa petugas dari TNI dan juga aparat pemerintahan sedang mendirikan tenda-tenda pengungsian. Tetapi, begitu tenda berdiri langsung dipenuhi manusia. Begitu pula dengan tenda-tenda berikutnya. Malam itu ada sekitar empat tenda yang didirikan di halaman masjid. Semuanya langsung penuh. 

Malam mulai beranjak gelap. Listrik padam. Sementara, bumi masih terus bergoyang, meski kadang berhenti. Gempa masih terus terjadi. Sebelum semuanya padam, aku masih sempat mendapatkan sinyal hape. Namun, begitu listrik padam, sinyal hape juga langsung pet, no service!

Aku seperti kehilangan arah, tidak punya ide dan tidak tahu apalagi yang bisa aku lakukan. Aku juga  tidak tahu mau kemana. Aku telah kehilangan jejak teman-temanku. Aku pun mulai khawatir, bagaimana dengan nasib teman-temanku. Tidak ada kabar beritanya. Tidak lagi bisa saling memberikan kabar atau informasi. Di tengah kegelapan malam itu, dan gempa masih terus berlangsung. Lagi-lagi aku menangis, hanya bisa menangis!

Tiba-tiba muncul sinyal di hapeku. Dan tiba-tiba ada chat masuk ke hape. Ternyata dari mbak Iffa. Bunyinya, “Saya dan mbak Nana lagi naik motor menuju ke bandara.” Saat itu pula, aku ingin bergegas ke bandara. Tetapi bagaimana caranya? Sedangkan kondisinya juga gelap, gelap gulita. Aku menangis lagi. Aku ditinggal teman-teman.

Tiba-tiba ada orang mendekatiku. Seorang anak muda, atau tepatnya masih bocah. Dan ternyata seorang mahasiswa.  “Kenapa mbak menangis? Mbak dari mana dan mau kemana?” anak muda itu bertanya. Rasanya senang mendapat pertanyaan itu, ada harapan pikirku. Belum sempat menjawab pertanyaanya, anak muda itu meneruskan pertanyaannya,” mbak sakit, ada luka? Kenapa menangis,” ujarnya lagi.

Aku tidak menjawab semua pertanyaannya. Sambil menyeka wajah, mengusap air mata, aku bertanya kepadanya,”Kamu bisa tolongin aku antar  ke bandara nggak?”. Tanpa kuduga, ternyata bocah ini bersedia mengantarnya. “Bisa mbak. Tapi naik motor ya,” katanya pendek. Aku langsung meng”iya”kan tawaranya.

Tanpa banyak berdiskusi anak tadi langsung mengambil motornya. Sementara malam semakin gelap. Tidak ada penerangan sama sekali. Mungkin, aliran listriknya sudah terputus. Pembangkitnya rusak, atau jangan-jangan PLN nya sudah roboh terkoyak gempa bumi. Ketika aku sedang berandai-andai seperti itu, anak tadi tiba-tiba sudah berada di depan mata dengan motornya. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Selanjutnya