Putus Asa Setelah Kehilangan Jejak Kawan ( 3 – habis)

Putus Asa Setelah Kehilangan Jejak Kawan ( 3 – habis) - GenPI.co
Frea Anneta.

Seperti tak ingin menyia-nyiakan kesempatan aku langsung naik ke boncengannya.  Langsung tancap gas, menuju ke bandara. Sepanjang perjalanan, aku melihat semua orang berdiri  di luar rumah. Orang-orang berkerumun di halaman rumahnya. Jalanan juga rusak. Ada yang aspalnya naik, ada jalan yang terbelah. Tetapi, masih bisa dilalui motor. Dalam perjalanan itu aku baru menanyakan namanya. “Saya Ferdi mbak,” jawabnya. 

Sebelum ke Bandara aku meminta diantar ke hotel. Bukan untuk mengambil barang. Tetapi aku ingin mencari air minum. Karena aku berpikir, pasti dalam situasi seperti ini, kami akan kesulitan mendapatkan air minum. Bayanganku, di hotel masih bisa mendapatkan air minum botol.

Ternyata dugaanku salah. Hotel tempat kami menginap itu sudah rubuh. Pintu gerbang ke hotel itu  tertutup reruntuhan beton yang sangat besar. Aku tidak mungkin lagi masuk kesana.  Semua barang-barangku yang ada di dalam hotel harus dilupakan.

Aku merasa tidak perlu berlama-lama di hotel yang sudah rubuh itu.  aku putuskan untuk langsung ke bandara dengan bekal seadanya. Tanpa koper lagi, juga air minum. Karena koper aku pasti sudah berada di bawah puing-puing beton hotel. Dari hotel aku langsung menuju ke bandara. Menyusuri jalan gelapnya malam, ditengah gempa yang sekonyong-konyong terus datang.

Ternyata tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke bandara. Listrik di bandara masih menyala. Nampaknya menggunakan genset, atau mungkin punya pembangkit sendiri. Saya tidak tahu persis. Di bandara sudah dipenuhi orang. Seperti sebelumnya, di masjid. Saya menyisir lapangan bandara. Untuk mencari mbak Iffa dan mbak Nana.

Juga mungkin yang lain, Widi, Pak Putu semua anggota rombongan kami dari Jakarta. Entah sudah berapa kali aku menyusuri lapangan bandara itu. Tetapi tak jua menjumpai kawan. Aku mulai putus asa. Beruntung, Ferdi masih mau menemaniku terus menyusuri kerumunan massa.

Badan makin terasa lelah. Emosi ku mulai tak terkontrol, mulai putus asa. Tak kusadari, air mataku mulai meleleh membasahi pipi. Aku mencoba mengusapnya dengan lengan. Namun, dada terasa makin sesak. Aku mulai dicekam kekhawatiran. Dihantui pertanyaan-pertanyaan menyedihkan. Jangan-jangan mbak Iffa kenapa-kenapa, jangan-jangan Nana gak nyampai ke sini.

Aku berhenti sejenak, sambil menangis. Lalu mencari tempat duduk. Disaat ketidakjelasan perasaanku, tiba-tiba aku melihat ada orang menerima telepon.  Gadgetnya jadul banget. Aku pun terbelalak, “Ada sinyal !” kataku. Lalu  kukeluarkan hape ku dari saku celanaku. Aku nyalakan, dan ternyata tidak juga ada sinyal. No signal !

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Selanjutnya