
Jadi, paradigmanya agak berbeda atau tidak sama dengan yang diinginkan MS Kaban. Sebab, kata Refly Harun tidak bisa langsung ke MPR, tapi harus melalui wakil-wakil rakyat.
Menurutnya, meski wakil rakyatnya, baik MPR dan DPR mayoritas pendukung pemerintah ditambah anggota DPD jumlahnya terbatas, sehingga kecil peluangnya jika untuk mengadili Presiden Jokowi melalu sidang MPR.
"Anggota DPD 136, sementara anggota MPR sendiri total 575, dari 575 itu yang tidak menjadi pendukung pemerintah kan hanyalah Partai Demokrat dengan 54 kursi, PKS dengan 50 kursi, brarti 104 kursi dan PAN dengan 44 kursi, berarti cuma 148 kursi," kata Refly Harun.
BACA JUGA: Pakar Hukum: Sebenarnya Kelas Jokowi Itu Adalah Wali Kota...
Sehingga kalau untuk menggelar sidang istimewa untuk mengadili Presiden Jokowi melalui proses politik di DPR/MPR jika hitung-hitungan kursi sangat tidak mungkin.
Termasuk juga misalnya DPR mengeluarkan jurus yang namanya hak angket untuk penyelidikan atas dugaan, bahwa presiden dan wakil presiden atau instistusi di bawahnya telah melakukan pelanggaran hukum.
BACA JUGA: Jika Kehilangan Indra Penciuman, Geprek Bawang Putih...
"Jadi (pelanggaran undang-undang itu) bisa menjadi celah (sidang MPR untuk mengadili presiden Jokowi), kalau mau dipersoalkan, karena secara sengaja presiden melakukan pelanggaran undang-undang dalam hal penanggulangan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," papar Refly Harun.
Namun, Refly Harun menegaskan, prosesnya tidak bisa melompat langsung sidang MPR, sebab paradigma bangsa Indonesia sudah berubah.
BACA JUGA: Air Rebusan Cengkih Ternyata Sangat Mujarab, Khasiatnya Cespleng
"Kalau dulu iya (bisa melompat langsung sidang istimewa MPR untuk mengadili Presiden). Kalau presiden dianggap sungguh-sungguh melanggar haluan negara, maka DPR akan memberikan peringatan, jika tidak digubris dalam jangka waktu 2 bulan, akan diberikan peringatan kedua dalam jangka waktu 1 bulan, kemudian tidak juga digubris akan ada sidang istimewa," pungksnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News