
Dia menilai narasi tersebut membangun opini seolah-olah pemerintah berupaya mengganti Pancasila.
Dengan demikian, sambung Kapitra, akan timbul gejolak kemarahan rakyat yang menghalalkan upaya anarkistis dengan dalih mempertahankan Pancasila.
Kapitra menyebut makar merupakan tindak pidana berat (felonia implicatur in quolibet protione) yang harus dihukum dengan berat (crimen laesae magestatis omnia alia criminal excedit quoad).
“R. Soesilo menjelaskan pasal 87 KUHP, makar terjadi apabila telah dilakukan perbuatan pelaksanan (begin van uitvoering),” tulis Kapitra.
BACA JUGA: Gatot Nurmantyo Cengeng, Tidak Cocok Jadi Pemimpin
Secara objektif, sambung Kapitra, pelaksanaan dilihat jika perbuatan mengandung potensi mendekati delik yang dituju (voluntas reputabitur pro facto).
Dalam hal ini, sambung Kapitra, upaya menghasut dan penggiringan opini negatif yang dilakukan KAMI terhadap rakyat dapat dianggap sebagai permulaan pelaksanaan dari suatu bentuk menggulingkan pemerintahan yang sah.
Di samping itu, lanjut Kapitra, adanya niat (voomemen) dan pemufakatan jahat (semanspaning) yang diduga dilakukan KAMI juga menjadi unsur penting dalam kejahatan makar.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News