
Dia menambahkan, niat dan pemufakatan jahat bisa diketahui dengan adanya pelaksanaan dari niat yang untuk melakukan tindak pidana makar (exteriora indicant interiora).
“Dengan demikian, seruan-seruan KAMI yang menggerakkan massa dan membentuk distrust masyarakat terhadap kepada pemerintah sehingga menyebabkan upaya menggulingkan pemerintahan yang sah (omwenteling) dengan cara yang inkonstitusional telah memenuhi unsur tindak pidana makar,” sambung Kapitra.
Dia menjelaskan, upaya KAMI dalam membentuk opini-opini negatif terhadap pemerintah juga bisa melanggar ketentuan pasal 160 KUHP dalam Tindak Pidana Penghasutan.
BACA JUGA: Bela Palestina di Markas PBB, Jokowi Bikin Dunia Terpesona
Perbuatan itu berupa mendorong, mengajak, membangkitkan semangat orang untuk melakukan sesuatu, baik secara lisan maupun tulisan, di tempat yang didengar oleh publik dengan maksud mengajak orang lain melakukan tindak pidana, melakukan kekerasan kepada penguasa/pemerintah, dan/atau tidak mematuhi peraturan perundang-undangan.
“Dalam hal ini perbuatan ajakan yang termuat dalam maklumat KAMI dapat diduga merupakan pelanggaran terhadap delik penghasutan,” lanujut Kapitra.
Kapitra menilai para tokoh KAMI juga bisa diduga melakukan ujaran kebencian (hate speech), pemberitaan bohong (hoaks), penghasutan, provokasi, serta ajakan untuk melakukan unjuk rasa dalam rangka people power yang saat ini kerap menggunakan media sosial sebagai wadah penyiaran dan penyebarannya.
“Tindakan itu dapat melanggar Ketentuan Pasal 28 ayat 1 jo Pasal 45A ayat 1 Undang-undang No 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana,” imbuh Kapitra.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News