My Trip Story

Menggapai Puncak Merapi, Sembari Larut dalam Kemegahannya

Menggapai Puncak Merapi, Sembari Larut dalam Kemegahannya - GenPI.co
Pemandangan Puncak Merapi pada 2007 silam. (Foto: Winento/GenPI.co)

Di warung itu, ada beberapa warga setempat. Interaksi yang harmonis pun tercipta. Warga yang sumringah menyambut dan mereka tak sungkan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kami. Obrolan terasa hangat sembari menyeruput kopi kudapan tradisional apem.

Ketika tiba waktu yang ditentukan, ak dan temanku mulai berjalan menuju puncak, menapaki tanjakan sembari bernyanyi riang. Tak ada satupun dari kami yang pandai mengolah suara. Namun kami tetap pede dengan suara sumbang kami. Akibatnya, lebih banyak tawa dibanding nyanyian. Perjalanan pun terasa menyenangkan lantaran diiringi senda gurau. 

Meski sambil bercanda, kami pun harus tetap konsentrasi dengan jalanan. Sebab, jalan yang menanjak dan penerangan yang minim adalah kombinasi berbahaya bagi mereka yang tidak siap. Salah sedikit bisa terantuk, lalu jatuh terjerembab mencium tanah.  

Menggapai Puncak Merapi, Sembari Larut dalam Kemegahannya
Mencapai Puncak Garuda. (Foto: Winento/GenPI.co)

Dalam perencanaan kami, tepat pukul 23:00 di mana pun kami berada, harus berhenti dan mendirikan flysheet untuk tidur. Kebetulan pada waktu tersebut kami  telah mencapai sebuah spot bernama Watu Gajah. Kami bertiga sepakat untuk beristirahat hingga pagi hari.

Flysheet pun berdiri tegak dan aman untuk ditinggali. Sebelum tidur kami menyempatkan untuk memasak dengan perbekalan logistik yang kami bawa. Dengan alat masak Trangia, kami menanak nasi dan goreng telur di sini. Semua aktivitas itu kelar pukul 00:10 WIB.  Kami lalu tmenelinap di bawah kantung tidur masing-masing di bawah flysheet yang membentang tegak.

Perjalanan kami lanjutkan pukul 07.00 WIB. Spot Watu Gajah tempat kami beristirahat selama beberapa jam sebelumnya  berlokasi sebelum Pasar Bubrah. Sementara tempat bernama Pasar Bubrah adalah sebuah dataran cukup luas itu berada tepat di bawah puncak Merapi. 

Pada beberapa bagian di dataran bebatuan itu tumbuh pula tanaman Edelweis. Namun sebagaimana aturan tak tertulis di kalangan para pendaki, haram hukumnya untuk memetik bunga-bunga hutan tersebut. Sebab mereka lebih indah saat tetap menempel pada pokoknya ketimbang dicerabut untuk dibawa pergi. 

Baca juga: Ranoh Island, Mewah dan Bikin Betah

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya