GenPI.co - Anggota Komisi IV DPR, Luluk Nur Hamidah mengakui bahwa proses politik dalam pembuatan kebijakan terkait isu perempuan dan pekerja rumah tangga (PRT) cukup rumit.
Pasalnya, proses politik tak terlepas dari narasi-narasi besar dan ideologi yang sudah lebih dulu dipercaya oleh para politisi di parlemen.
Hal tersebut juga akan diperburuk oleh rasa empati yang jarang tumbuh, karena belum pernah mengalami sendiri suatu masalah.
“Para politisi terkadang tak paham bagaimana keringat harus diperam untuk mendapatkan sedikit uang bagi keluarga, termasuk apa yang dialami oleh PRT,” ujarnya dalam kegiatan Sambut Hari PRT Nasional Komnas Perempuan, Senin (14/2).
Luluk mengatakan bahwa data terkait jumlah kasus kekerasan dan korban tak memiliki kekuatan setinggi data elektoral.
“Meskipun data kasus kekerasan sudah dikeluarkan oleh ILO sekali pun, akan kalah penting dengan data elektoral,” katanya.
Hal tersebut tentu akan memengaruhi arah pengambilan kebijakan para politisi di parlemen.
“Para pengambil kebijakan seakan tak merasa dipaksa untuk mengambil kebijakan yang sebenarnya lebih esensial untuk masyarakat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Luluk menilai bahwa anggota parlemen tak melihat PRT sebagai salah satu bagian dari pihak kontributor pembangunan ekonomi.
Kondisi tersebut membuat peran dan kontribusi PRT tak dipuji dalam capaian-capaian pembangunan serta pertumbuhan ekonomi nasional.
“Para pengambil kebijakan lupa ada orang-orang yang membantu mereka untuk menjadi sukses seperti hari ini, karena karier mereka tak terganggu oleh pekerjaan domestik yang dilimpahkan ke PRT,” tuturnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News