GenPI.co - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg), Willy Aditya menilai pimpinan DPR parno untuk membahas isu pekerja rumah tangga (PRT).
Hal itu membuat RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tak kunjung disahkan menjadi undang-undang selama 18 tahun.
“Kami sudah komunikasi dengan pimpinan soal hal ini, cara pikir dan pandang mereka masih belum bisa membela para PRT,” ujarnya dalam kegiatan Sambut Hari PRT Nasional Komnas Perempuan, Senin (14/2).
Willy mengaku sempat menuliskan artikel opini untuk menyindir para pemimpin DPR yang belum bisa melihat seberapa urgensi masalah kerentanan yang dialami oleh PRT.
“Saya sudah mempertanyakan, siapa yang paling memuliakan Sarinah, siapa yang tidak. Namun, saya juga tak bisa kasar dalam memperjuangkan hal ini,” ungkapnya.
Dalam perjuangannya, Willy mengaku pernah diancam beberapa kali saat mempertanyakan kembali bagaimana nasib RUU PPRT dan mengapa tak kunjung disahkan sebagai undang-undang.
“Pernah saya diancam ‘Memangnya ini DPR milik kamu?’. Bayangkan saja sampai ada bahasa seperti itu keluar dalam proses perumusan RUU PPRT,” tuturnya.
Willy pun menilai bahwa RUU PPRT sudah tak bisa diperjuangkan hanya lewat lobi-lobi di tingkat anggota parlemen.
“Ini tak bisa hanya berhenti pada lobi, ini perlu ada tekanan yang lebih konkrit lagi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Willy menilai RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) lebih cepat direspons, karena presiden terlebih dahulu merespons isu tersebut.
“DPR sebagai lembaga pembentuk undang-undang terkadang takut produk kebijakan yang dirumuskan tak direspons oleh pemerintah,” katanya.
Namun, suatu undang-undang seharusnya tak perlu sampai menunggu agar presiden merespons isu tersebut.
“Jika Kemenaker sudah bilang siap untuk membahas RUU PPRT, mereka sudah cukup menjadi wakil dari pemerintah dan DPR bisa dengan tegas mengesahkannya,” paparnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News