Lebaran Pertama Tanpa Ayah, Aku Kangen, Yah!

14 Mei 2021 16:50

GenPI.co - "Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar, Laa-illaha illalahu wa allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil khamd".

Rasanya suara itu masih santer di telinga. Suara ayah tahun lalu, saat mengumandangkan takbir di masjid dekat rumah.

BACA JUGAKisah Mualaf: Mimpi jadi Nyata, Aku Ucapkan 2 Kalimat Syahadat

Lebaran tahun ini tanpa ayah rasanya hampa dan sepi. 

"Mah, tahun lalu Lebaran masih sama ayah," ujarku sambil menitikkan air mata mengatakan itu kepada ibuku.

Rasa rinduku sudah tak terbendung lagi. Aku memang egois karena mengutarakan itu kepada ibuku yang jelas-jelas lebih brsedih dari diriku.

"Sabar, nak. Ayah lagi bahagia sekarang, sudah tidak sakit lagi," sahut ibuku sambil menahan derai air matanya.

Aku dan ibu tak kuasa menahan rasa sedih ini hingga akhirnya kami berpelukan untuk menenangkan satu sama lain. Di rumah, aku hanya berdua dengan ibu.

BACA JUGAKisah Mualaf: Lingkungan Majemuk, Aku Berlabuh di Pelukan Islam

Kedua kakakku sudah memiliki keluarga. Oleh karena itu, aku dan ibu merasa kesepian di rumah.

Ayah memang pergi mendadak, saat itu serangan jantungnya kumat. Aku ingat setelah salat Subuh, ayah masih memanggilku.

"Riska...," sapanya saat terakhir kali.

Sapaan itu biasa diucapkan ayah saat bangun pagi. Kemudian, ayah pergi ke kamar mandi untuk buang air.

Tidak kami sangka, sudah hampir setengah jam ayah tidak keluar dari sana. 

"Ayah?," sahut ibu saat mencoba mengetuk pintu kamar mandi.

"Ris... tolong bantu dobrak, ayah enggak sahut panggilan ibu," teriak ibu saat itu.

Betapa terkejutnya aku melihat ayah sedang memegang dadanya sambil duduk. 

Aku dan ibu bergegas membaringkannya di tempat tidur, karena kamar mandi itu berada di kamar beliau.

"Ayah, tolong kedip sapa aku. Ayah?," panggilku.

Tidak lama kemudian, ibu mencoba memberikan napas buatan untuk ayah. Sedangkan aku bergegas memanggil tetangga dan mengeluarkan mobil dari garasi.

Saat itu beberapa bapak-bapak di sekitar rumah yang hendak berangkat kerja membantuku. Mereka membawa ayah ke dalam mobil dan mengantarku ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, ayah langsung dilarikan ke ruang ICU. Aku pun memarkir kendaraan.

Suara teriak dan rintihan tangis terdengar saat aku berjalan di koridor. Aku berpikir positif saat itu.

Namun, pamanku yang sudah datang menunggu setelah ibuku mengabarinya. Dia memelukku dan membisikan kata-kata.

"Ayah sudah bahagia enggak sakit lagi," bisik pamanku sambil menahan sedih.

Hatiku hancur berkeping-keping, menyesali perbuatan nakal yang pernah aku lakukan kepada ayah. Aku hanya bisa menangis dan ikhlas.

Saat ini, aku yakin bahwa ayah berada di sisi Allah SWT. Ini Lebaran pertamaku tanpa sosok ayah di sisiku. 

Tak ada lagi mendengar suara takbir yang dikumandangkan ayah di masjid rumah. Tak ada lagi tradisi yang biasa kami lakukan bersama saat Lebaran.

Semua berubah. Aku berjanji akan membuat ibuku bahagia. Aku rindu ayah. (*)
 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

lebaran   kisah mualaf   ayah   ibu   dear diary  

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co