Aku Sudah Lemas, Pacarku Ngajak Lagi, Akhirnya Puas

23 Mei 2021 16:58

GenPI.co - Aku tak menyangka pacarku kuat banget. Aku sudah lemas. Tenagaku habis.

Aku seperti tidak kuat berdiri lagi. Namun, pacarku masih perkasa.

BACA JUGACinta Bersemi di Kereta, Tanpa Kutahu Dia Miliknya 

"Ayo, lagi," kata Dino, kekasihku.

"Capek, Sayang," ujarku. 

Aku memilih berbaring terlebih dahulu. Kukumpulkan tenaga. Aku benar-benar sudah ngos-ngosan.

Namaku Sinta. Dino adalah kekasihku. Kami sudah tiga tahun menjalin kasih.

Jangan bayangkan kisah asmara kami selalu berjalan mulus. Kami melewati berbagai rintangan.

Awalnya kami menjalani long distance relationship (LDR). Dino di Jakarta, aku di Yogyakarta. Namun, takdir seolah mendekatkan kami.

Kantor tempatku bekerja memutasi aku ke Jakarta. Entah apa pertimbangannya.

Aku tentu saja girang bukan kepalang. Sebab, aku bakal lebih dekat dengan Dino.

Selama ini jarak memang beberapa kali membuat kami berantem. Dino tidak bisa setiap saat menemuiku ketika rindu melandanya.

Aku pun tidak bisa setiap saat berada di sampingnya. Kami pun harus pintar-pintar menjaga perasaan.

Jujur saja aku sering curiga kepada kekasihku. Aku khawatir dia berpaling ke cewek lain.

Dino pun sama. Ketika aku nongkrong bersama teman-teman dan ada cowok, Dino terlihat panas.

Kami berdua memang mirip. Kami sama-sama gampang cemburu.

Hari itu aku tiba di Jakarta. Petualanganku di ibu kota akan dimulai. Tiga hari pertama aku diinapkan di hotel.

Namun, aku juga berusaha mencari indekos yang cocok. Tidak hanya cocok dari suasana, tetapi juga harga.

Kalau harga indekos terlalu mahal, dompetku bisa jebol. Bisa-bisa aku tidak menabung.

Hari kedua di Jakarta, aku diajak Dino mencari indekos di kawasan Sudirman. Aku tertarik pada salah satu indekos.

Kamarnya cukup besar. Ada kamar mandi dalam. Suasananya pun cukup nyaman.

"Kamu suka?" tanya Dino, saat itu.

"Banget,"

"Harganya gimana?"

"Nggak apa-apa, lah. Masih masuk bujet," ujarku.

Kuputuskan indekos di sana. Kubayar uang muka kepada penjaga indekos.

Aku berjanji melunasinya ketika sudah resmi menjadi penghuni.

"Kamu harus cari barang kebutuhan,"

"Paling cuma perlengkapan mandi, seprai, sama sarung bantal. Kasur sama lemari, kan, udah ada," ujarku.

"Nggak butuh meja sama kursi?"

"Astaga. Iya. Untung kamu ingetin,"

Besoknya kami mulai membeli berbagai kebutuhanku. Dino benar-benar care sama aku.

Dia tidak mengeluh ketika menemaniku mencari barang yang kuiinginkan.

Padahal aku termasuk pemilih, terutama soal harga. Namun, Dino tidak sekali pun mengeluh. Senyumnya selalu mengembang.

Dia tidak sedikit pun memintaku cepat-cepat menyelesaikan belanja.

Padahal aku tahu Dino hanya tidur tiga jam hari ini. Semalam dia harus menyelesaikan pekerjaannya sampai jam dua dini hari.

Dia bangun jam lima, bersiap, lalu berangkat kerja jam enam pagi. Namun, aku tidak melihat Dino menunjukkan tanda-tanda lelah.

Entah aku yang terlalu pemilih atau Dino yang kelewat sabar, belanja hari itu sangat lama.

Ternyata banyak yang kubeli. Ada beberapa barang yang awalnya tidak ada dalam daftar belanjaku, tetapi akhirnya aku beli.

"Kok, jadi beli kipas angin segala? Kan, ada AC,"

"Kalau pas nggak pengin pakai AC, kan, bisa pakai kipas angin. Lagian cuma kecil, kok," kataku.

"Ngapain beli kulkas juga?"

"Kalau pengin minum yang dingin gimana?"

Dino tersenyum. Aku tak peduli. Aku masih mencari barang lainnya.

Tak terasa kami sudah belanja selama tiga jam. Aku tidak merasa capek. Padahal tadi siang aku masih menjalani training di kantor.

"Udah?"

"Beres. Yuk," kami bertolak ke kasir.

Lumayan juga jumlah belanjaku. Tidak apa-apa, lah. Namanya juga baru di Jakarta. Harus beli ini dan itu untuk kali pertama.

"Besok-besok, kan, nggak beli lagi," ujarku dalam hati.

Aku sangat bersemangat memenuhi kamarku dengan barang-barang yang baru saja kubeli. Aku sudah tidak sabar menata kamarku.

Setengah hari di kantor, beberapa jam belanja, dan menghadapi kemacetan Jakarta tidak membuatku capek. 

Namun, situasinya berubah saat aku baru beberapa menit di kamar. Suhu yang sejuk dari AC membuatku tiba-tiba merasa mengantuk.

Aku pun mulai angot-angotan menata kamar. Justru Dino yang semangat.

Dia menata kamarku dengan telaten, sedangkan aku beberapa kali berbaring di kasur. 

"Ayo, Sayang,"

"Capek," ujarku sembari beranjak dari kasur.

"Kan, belum semua ditata. Itu masih pada berantakan,"

"Tidur sebentar boleh nggak?"

"Ntar bablas sampai pagi, lo,"

"Huuuffttt,"

Aku memaksakan diri. Kukumpulkan tenaga. Kasihan juga kalau semuanya harus pacarku yang menata. Lagian, kan, ini kamarku.

Aku ikut menata kamar dengan niat dan tenaga yang kupaksakan.

Melakukan sesuatu dengan terpaksa ternyata tidak enak juga. 

"Gimana? Masih ada yang perlu diberesin lagi nggak?" tanya Dino setelah kami selesai menata kamar.

Aku menggeleng. Kamarku kini rapi banget. Aku tersenyum lebar.

Rasanya puas sekali melihat kamarku yang kini sangat cantik.

"Thank you, cinta," ujarku, lantas mencium pipinya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng
pacar   pacar kuat   indekos   dear diary   kekasih   kisah cinta   pacaran   ldr  

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co