GenPI.co - Aku memiliki sahabat yang sangat menyenangkan. Namanya, Jodi. Kami berkenalan saat pertama kali duduk di bangku SMA.
Aku tidak banyak berbincang dengannya. Namun, aku yakin kami memiliki misi dan visi yang sama, yakni menjadi paling unggul di kelas.
Kami tidak mempunyai banyak teman karena hanya memikirkan belajar, belajar, dan nilai.
Selama duduk di bangku sekolah, aku tidak banyak berkomunikasi juga dengan banyak orang.
Aku hanya sering berkomunikasi dengan Jodi. Kami menjadi pelajar yang hanya sibuk belajar, lalu pulang.
Waktu istirahat yang bisa digunakan berbincang dengan teman sekelas di kantin pun kami gunakan untuk membaca buku di perpustakaan.
Tidak jarang aku melakukan diskusi dengan Jodi hanya untuk mencari tahu ilmu yang dia punya.
Sebab, aku memang sudah menyadari dari awal bahwa Jodi akan lebih unggul dari padaku. Namun, aku tetap ingin berusaha.
Pengumuman hari kenaikan kelas tiba. Aku sangat tidak sabar mendengar hasilnya.
Aku benar-benar berhadap bisa berada di peringkat paling atas. Sayangnya, hal yang aku inginkan tidak pernah terjadi. Jodi lagi-lahi berhasil unggul dariku.
Pada hari kelulusan itu aku benar-benar tidak terima karena terus-menerus dikalahkan Jodi.
"Ciyee, Jodi juara kelas lagi. Iri, deh, sama kamu," ucapku dari atas motor.
"He he. Thanks. Lo juga hebat, kok. Kita bersaing sehat terus, ya," ucap Jodi, sambil berjalan kaki mengendong tas ranselnya.
"Iya. Semoga bisa gitu terus, ya. Gue duluan pulang," ucapku sambil meninggalkannya pergi.
Ucapan Jodi justru membuat aku makin panas dan tidak terima karena telah dikalahkan dirinya.
Aku memutar balik motorku dan menabrak Jodi dari belakang dengan kencang.
Jodi pun terjatuh dan mengeluarkan banyak darah. Aku meninggalkannya tergeletak begitu saja di jalanan yang cukup sepi.
Keesokan harinya, aku mendapatkan kabar duka dari pesan grup kelas. Jodi mengalami patah tulang.
Aku kaget bukan kepalang. Kukira ulahku tidak menimbulkan efek fatal. Aku bingung setengah mati.
Seharian aku kalang kabut. Aku benar-benar dipayungi kesedihan. Aku akhirnya mengaku kepada orang tuaku.
Plak. Aku ditampar. Orang tuaku sangat marah. Mereka langsung menyidangku. Aku pun diajak menemui Jodi.
Aku diminta memohon maaf. Orang tuaku sangat malu. Keluargaku harus menanggung semua biaya pengobatan Jodi.
Mereka pun memutuskan memindahkanku ke sekolah lain. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News