GenPI.co - Malam nanti aku ingin mengajak pacarku main di dalam kamar baruku.
Aku baru saja pindah apartemen. Namun, sudah hampir satu minggu ini pacarku belum juga datang ke kamar baruku.
Dia masih sibuk bekerja. Dia menjanjikan akan main denganku pada akhir pekan.
Aku yang sudah tak sabar dengan pertemuan ini mulai bersiap.
Kamar aku bersihkan sampai mengilap. Seprei kasur aku ganti yang baru. Dan tentu saja parfum ruangan yang wangi agar pacarku betah di apartemenku.
"Ah, semua sudah rapi. Tinggal aku mandi dan pakai baju kesukaannya," pikirku.
Tak lama berselang pintu kamarku diketuk. Pacarku datang dengan membawa buket bunga.
Ah, pacarku ini memang sungguh romantis. Aku pun langsung memeluknya.
"Emang enggak salah pilih. Kamar kamu bagus. Betah-betah, ya di sini," kata pacarku.
Mendengar ucapan dia, aku seperti meleleh. Lokasi apartemenku ini memang dekat dengan tempat tinggal pacarku.
Otomatis, pacarku bisa-bisa saja balik kerja main dulu ke sini, baru kemudian pulang ke apartemennya.
Aku lantas menaruh buket bunga itu di meja kamar.
Lalu mulai mengajak pacarku ke atas ranjang.
Di sana sudah ada mainan monopoli. Tentu saja ini bukan monopoli keuangan.
Sebab, itu hanya dilakukan oleh oligarki.
Ini adalah mainan monopoli beneran yang sering kami mainkan waktu dulu.
Mainan yang terkesan milik anak kecil ini punya sejarah tersendiri bagi kami.
Sebab, aku dan pacarku ini sudah jadi teman dekat sejak masih SD.
Kami main monopoli untuk mengenang momen-momen indah itu.
Permainan berjalan seru. Aku dan pacarku saling mengalahkan satu sama lain hingga salah satu bangkrut.
Pada akhir permainan, aku keluarlah sebagai sang pemenang.
Sesuai perjanjian awal, aku berhak menghukum dia.
"Coba kamu headstand di atas ranjang selama satu menit," kataku.
Dia pun mengikuti hukumanku. Saat satu menit selesai, tubuhnya jatuh dan ranjangku seketika bergetar.
"Bruk... waduh, gila kamu ya. Jatuh doang kuat banget sudah kayak tenaga kuda," kataku.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News