GenPI.co - Kisah horor yang kualami cukup menakutkan. Aku melihat tangan dan wajah seram muncul di balik gorden.
Peristiwa itu terjadi ketika aku begadang di rumah saudaraku yang sedang menggelar hajatan.
Rumahnya tepat di depan kuburan. Awalnya, tidak ada sesuatu yang aneh saat aku dan beberapa pemuda desaku bedagang.
Kami melek seperti biasanya. Kami bermain kartu sembari menenggak kopi hingga pagi.
Aku juga tidak merasakan firasat apa pun. Semuanya berjalan dengan baik-baik saja.
“Mau ke mana, Roni?” tanya Aji kepadaku.
“Ke WC,” ujarku.
Aku ke WC dengan langkah tegap. Tidak ada bayang-bayang ketakutan apa pun.
Kamar mandi yang kudatangi berada di belakang rumah. Jaraknya memang tidak jauh.
Namanya juga rumah di desa. Ukurannya tidak terlalu besar. Tiba-tiba aku mendengar suara benda jatuh.
Aku menoleh ke belakang. Tidak ada apa-apa. Aku mengira itu hanya peralatan rumah tangga yang disenggol kucing atau tikus.
Aku pun kembali ke depan. Aji, Bowo, dan Hari masih berada di meja. Di meja lain ada beberapa orang tua yang juga begadang.
“Siapa yang tadi kalah?” tanya Heri.
Aku dan Bowo langsung menunjuk Aji. Aji harus meminum teh panas dengan cepat.
Seperti itulah cara kami memberikan hukuman. Semuanya untuk senang-senang saja.
Kreeekkkkk. Kami menoleh bersamaan. Bapak-bapak yang ada di meja sebelah juga menoleh.
Kami tidak menemukan apa-apa. Entah dari mana suara itu. Kami saling berpandangan.
“Halah paling cuma bambu gesekan,” ujar Pak Joko.
Aku menaikkan pundak. Entahlah. Kami melanjutkan permainan. Setengah jam berlalu. Tidak ada apa-apa.
Tiba-tiba ada yang membimbing kepalaku menoleh ke arah tirai tenda yang digunakan sebagai dekorasi.
Sejurus kemudian aku melihat tangan muncul di balik tirai. Tangan itu melambai-lambai.
Aku kaget bukan kepalang. Aku berusaha mengalihkan pandangan. Wajahku mulai pucat.
“Kenapa? Takut kalah?” Heri menggodaku.
Aku diam saja. Aku berusaha konsentrasi terhadap permainan. Namun, bulu kudukku tetap meremang.
Aku kembali menoleh ke tirai. Entah kenapa aku selalu diarahkan menghadap ke sana.
Aku kembali melihat tangan itu muncul. Kali ini aku melihat wajah seram di balik tirai.
Aku kaget setengah mati. Mulutku kaku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku langsung lari ke dalam.
Teman-temanku heran. Bapak-bapak yang ada di meja sebelah segendang sepenarian.
Mereka mendekati kami. Aji memberi aku air hangat. Aku gemetaran. Pak Tarjo menyaranku tetap tenang.
Setelah sekian lama, aku akhirnya mulai tenang. Aku pun menceritakan kisah horor yang kualami. Seketika itu kami langsung bubar. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News