GenPI.co - Malam itu gerimis kecil menyelimuti Kota Depok. Aku yang saat itu sedang berkuliah di salah satu Universitas Swasta tengah menanti bis di halte.
Gerimis itu berubah menjadi hujan deras, waktu pun makin larut dan hembusan angin meniup kulit tipisku.
Saat itu aku hanya memakai kemeja tipis tanpa penghangat alias jaket di tubuh. Aku masih sabar menanti bis.
"Kok, bis yang biasa tidak kunjung datang?" tanyaku di dalam hati terus menerus.
Tik...tik... begitu bunyi hujan yang jatuh terkena atap halte. Lalu, lari seorang laki-laki dari kejauhan menghampiriku.
"Hai," sapa pria itu.
"Eh, hai," sahutku.
Rupanya, pria itu adalah kakak tingkatku di kampus. Namanya Jodi.
"Kamu sedang menunggu bis, ya? Hujan deras sekali," tuturnya.
Aku pun hanya mengangguk saja. Sesekali melontarkan senyuman.
Aku salah tingkat di depannya. Bagaimana tidak, dia adalah kakak tingkat yang sudah dua smester ini aku taksir.
"Kamu nggak kedinginan?," tanya Jodi.
"Sedikit, kak. Tidak apa-apa," jawabku.
Padahal, saat itu jemariku sudah keriput dan bibirku mulai pucat membeku.
Hal yang tidak aku duga terjadi. Ini yang membuatku deg-degan setengah mati.
Jodi memakaikanku mantel tebalnya. Hangat sekali, pikiranku sudah liar.
"Loh, kak? Nanti Kak Jodi bagaimana?," tanyaku.
"It's okay! Aku sudah lama memakai jaket. Gantian kamu supaya tidak kedinginan," sahutnya.
Tidak lama setelah itu, bis tujuanku sampai. Aku dan Jodi menaiki bis dengan tujuan yang sama.
"Ternyata rumah kita searah, ya," kata Jodi.
"Hehe... iya, kak," jawabku bingung.
Duh, malam itu rasanya ingin aku hentikan waktu saja jika bisa.
Hentikan dalam arti, setiap hari aku ingin berada di sebelahnya seperti itu. Hangat sekali, hujan badai pun rasanya tak terasa lagi.
Namun, itu hanya malam pertama dan terakhirku bertemu Jodi. Sebab, malam itu dia hanya mengambil toga untuk wisudah besok.
Hingga saat ini, ketika aku sudah menjadi pekerja swasta, tidak lagi bertemu Jodi. Aku rindu saat itu. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News