GenPI.co - Halo, namaku Rizka Rahmayani. Aku tinggal di Berlin, Jerman, sejak 2011. Menunaikan ibadah puasa Ramadan di Jerman merupakan tantangan tersendiri buatku.
Sebab, waktu puasa di Jerman lebih lama daripada di Indonesia.
Selama 12 tahun di Jerman, aku sudah menjalankan ibadah Ramadan jauh dari Tanah Air selama 12 kali.
Alhamdulillah, Ramadan tahun ini berlangsung saat Jerman masuk musim semi, sehingga kami hanya berpuasa 15 jam.
“Tahun ini adalah rekor puasa tercepat di Jerman,” kata Rizka.
Jam 5 pagi aku sudah bisa makan sahur dan buka puasa jam 8 malam. Jadwal itu berbeda dengan tahun lalu saat Ramadan jatuh tepat pada musim panas.
Saat musim panas, lama puasanya bisa 18 sampai 19 jam. Saat itu, aku harus sahur pukul 3 pagi dan buka puasa pukul 9 malam.
Hal itu terkadang membuatku malas untuk makan sahur. Pasalnya, aku masih merasa kenyang usai makan untuk buka puasa.
Selain itu, Ramadan di Jerman sangat berbeda seperti di Indonesia. Di Jerman, sulit sekali untuk menemukan takjil.
Di Indonesia, kita dengan mudah bisa mendapatkan takjil. Namun, aku mau tak mau harus masak sendiri selama di Berlin.
Alhamdulillah, untungnya sekarang ini ada masjid Indonesia di Berlin. Di masjid tersebut banyak orang yang berbagi makanan untuk berbuka.
Masjid di Indonesia pun bisa ditemui dengan mudah. Kita pun bisa mendengar suara azan dengan jelas.
“Kalau di Berlin, untuk menuju masjid tersebut memerlukan waktu selama satu jam dengan mengendarai transportasi umum,” ujar Rizka.
Kondisi tersebut berbeda seperti di Indonesia yang masjidnya ada di setiap gang. Hal itulah yang membuatku selalu merindukan Ramadan di Indonesia.
Aku juga rindu suara azan yang sering terdengar di Indonesia untuk panggilan salat lima waktu.
Tak hanya itu, saat Idulfitri pun kami harus meliburkan diri, karena Lebaran tidak termasuk libur nasional di Jerman.
Namun, ada beberapa waktu saat kami terpaksa tak merayakan Idulfitri karena bersamaan dengan jadwal ujian atau jam kerja.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News