GenPI.co - Assalamualaikum. Perkenalkan, namaku adalah Siti Aisyah, seoarang mahasiswa asal Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kini, usiaku 21 tahun, sudah pernah menikah, tetapi gagal.
Berawal dari satu tahun yang lalu, aku bertemu dambaan hati yang merupakan seorang laki-laki muslim taat.
Kami menikah dan aku memutuskan menjadi mualaf. Akhirnya kami hidup dalam satu iman Islam.
Seiring berjalan waktu, rumah tangga kami yang seharusnya harmonis menemui keretakan.
Pernikahan kami kandas di tengah jalan. Mungkin sudah takdir. Sudah digariskan Allah.
Aku hingga detik ini tidak habis mengucap syukur. Aku menjadi mualaf karena bertemu dengan suamiku dulu.
Walaupun kami sudah tak lagi bersama, aku tetap bisa memegang teguh kayakinanku sampai detik ini.
Aku juga sangat bersyukur karena orang tuaku selalu mendukung apapun pilihanku.
Mereka bilang, perbedaan keyakinan bukan suatu alasan anak dan orang tua memutuskan hubungan kekeluargaan.
Kalimat itulah yang hingga sekarang menjadi kekuatanku untuk tetap pada pendirianku.
Aku tidak pernah merasa sendiri karena aku percaya Allah selalu menghadiahkan aku berbagai kenikmatan.
Misalnya dari lingkunganku, teman-teman yang mayoritas muslim membuatku lebih jauh mengetahui lebih dalam tentang Islam.
Selain itu, aku juga merasa nyaman saat berada di dekat mereka.
Aku berharap bisa lebih banyak belajar dan mendekatkan diri kepada Allah.
Semoga aku juga bisa mendapatkan pasangan yang lebih baik yang nantinya bisa menuntunku ke surga, Amin YRA.
Kisah mualaf ini seperti dituturkan Siti Aisyah, kepada GenPI.co(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News