GenPI.co - Hujan yang membasahi tanah di Jumat sore ini mengingatkanku akan kisah waktu itu.
Oh iya, namaku Rani. Ini adalah cerita mengenai aku, dia, halte, dan hujan deras.
Saat itu hujan turun sangat deras, aku yang baru saja melangkahkan kaki dari bus terpaksa harus berteduh sementara di bawah lindungan halte.
Sebenarnya jarak dari halte itu ke rumahku tidak jauh, hanya tujuh menit menggunakan motor.
Akan tetapi, hujan terlalu deras, sehingga aku memutuskan untuk menunggu hingga agak reda.
Lima belas menit sudah terlewati dan hujan tak kunjung memberikan tanda akan berhenti dalam waktu dekat.
Aku hanya bisa pasrah duduk di halte sembari memainkan gawai.
Tiba-tiba, terlihat seorang pria turun dari bus yang baru saja tiba. Wajahnya tidak asing.
Kami bertatapan selama beberapa detik.
"Rani, ya?" tanya pria itu sambil berjalan mendekat dan menjulurkan tangannya.
"Eh, iya," jawabku sambil tetap menatapnya dan bertanya dalam hati siapa pria tersebut.
"Gue Adam, masih inget nggak?" ujarnya sambil tersenyum.
Seketika aku teringat kisah cintaku semasa sekolah.
Aku dan Adam sempat dekat saat kami duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Hubungan kami tidak berlangsung sampai status pacaran, tetapi saat itu kami sangat dekat.
Setelah aku pindah untuk kuliah di kota lain, kami lost contact.
Kami akhirnya berbincang-bincang di bawah halte diiringi suara hujan yang cukup deras.
Tidak terasa sekitar satu setengah jam telah berlalu, hujan sudah sepenuhnya berhenti.
"Lo tinggal di mana, Ran? Bareng aja, yuk, gue parkir motor deket sini, kok," ajak Adam.
"Boleh, nih? Ngerepotin nggak?" ucapku.
"Santai, lah, kayak sama siapa aja lo," jawabnya sambil tertawa.
Akhirnya sore itu Adam mengantarkanku pulang.
Setelah itu, kami terus berkomunikasi dan enam bulan setelah pertemuan itu aku dan Adam resmi menjadi sepasang suami istri. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News