GenPI.co - Perkenalkan, namaku Hanna. Berbeda dengan yang lain, aku tidak pernah melewati masa remaja dengan perasaan senang.
Hal tersebut disebabkan oleh perasaan insecure lantaran keterbatasan fisik. Aku tidak bisa memiliki rambut sejak usiaku lima tahun.
Tidak ada penjelasan jelas secara medis mengapa hal ini bisa terjadi padaku.
Namun, sebagai seorang perempuan, aku sadar diriku mengalami kebotakan dini.
Untuk menutupi rasa malu, aku selalu mengenakan wig saat keluar rumah, khususnya saat pergi ke sekolah.
Gadis remaja pada umumnya sering menghabiskan waktu untuk melakukan perawatan rambut di salon. Ketika pembahasan tersebut sampai ke telingaku, hatiku sangat sakit.
"Na, nyalon, yuk," ungkap Devina, temanku.
"Boleh, tapi gue temenin aja, ya," jawabku.
"Oh, iya, lupa gue lu, kan, ngga usah deh gue ajak yang lain aja, sorry ya," katanya.
Meski temanku mungkin tidak sengaja melontarkan kalimat itu, hatiku terasa sangat sakit. Tidak jarang aku berniat untuk mengakhiri hidup lantaran malu.
Kalau bukan karena memikirkan perasaan kedua orang tuaku, aku pasti sudah melakukan hal tersebut sejak lama.
Hati kecilku selalu mempertanyakan, apa suatu hari nanti akan ada pria yang bisa menerima kondisiku apa adanya.
Pasalnya, beberapa kali aku menjalin hubungan dengan seorang pria, tak lama kemudian mereka menjauh secara perlahan setelah aku mengungkap kondisiku yang sebenarnya.
Hidupku gelap. Aku merasa tidak mendapatkan cinta yang tulus selain dari kedua orang tuaku. Perasaan tertekan selalu menghantui aku setiap kali membuka mata.
Semua ini bagaikan mimpi buruk yang tidak pernah ada ujungnya. Aku tidak pernah berharap dilahirkan dengan kondisi seperti ini. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News