Kekacauan Menggila, 680 Ribu Warga Myanmar Ngungsi

19 Juni 2021 23:23

GenPI.co - Badan Pengungsi PBB melaporkan ada 680.000 warga Myanmar mengungsi setelah konflik etnis, kudeta militer, kekerasan, dan penganiayaan terjadi di negara tersebut.

Indrika Ratwatte selaku direktur Biro Regional UNHCR untuk Asia dan Pasifik, mengatakan bahwa pengungsian ini terjadi dalam empat bulan terakhir, sejak penghapusan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi pada bulan Februari.

Sebagian besar pengungsi baru-baru ini berasal dari negara bagian Kayah dan Kayin, di mana kelompok etnis terlibat dalam pertempuran bersenjata dengan militer.

BACA JUGA:  Waktu Menyempit, Perang Saudara Besar Bayangi Myanmar

Puluhan ribu lainnya juga mengungsi di negara bagian Shan dan Kachin.

“Ini adalah peta pengungsian internal yang agak rumit dan situasinya sangat memprihatinkan kami,” kata Ratwatte, seperti dilansir dari Aljazeera, Sabtu (19/6/2021).

BACA JUGA:  Lautan Bunga di Myanmar, Ternyata Aung San Suu Kyi...

Selain itu, Ratwatte berbicara pada presentasi Laporan Tren Global UNHCR tahunan tentang pengungsi, di mana ia juga mengatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir, jumlah pengungsi di seluruh dunia telah berlipat ganda.

“Sayangnya, pemindahan paksa terus menjadi fenomena global, dan sekali lagi, jumlah orang yang dipindahkan secara paksa saat ini terus meningkat,” katanya.

BACA JUGA:  Mencekam, Junta Militer Myanmar Masuk Bakar Desa, Sungguh Biadab

Anak-anak menyumbang 42 persen dari semua orang yang dipindahkan secara paksa di seluruh dunia, dengan perkiraan menunjukkan bahwa hampir satu juta dari mereka lahir sebagai pengungsi antara 2018 dan 2020.

Lebih dari dua pertiga dari semua orang di seluruh dunia yang melarikan diri ke luar negeri hanya berasal dari lima negara, termasuk 6,7 juta dari Suriah, 4 juta dari Venezuela, 2,6 juta dari Afghanistan, 2,2 juta dari Sudan Selatan dan 1,1 juta lainnya dari Myanmar.

Tetapi, Ratwatte menunjukkan bahwa pada tahun 2020, rekor terendah hanya 37.000 pengungsi yang berhasil dimukimkan kembali di negara ketiga sebagai akibat dari pembatasan dari pandemi Covid-19.

“Saat ini banyak negara menutup perbatasan mereka karena mereka takut pada vektor infeksi, yang juga berarti bahwa mereka yang mencari perlindungan memiliki akses terbatas karena penutupan perbatasan,” tutur dia.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co