Usai AS, Inggris-Kanada Nyusul Sanksi Militer Myanmar, Duh Nasib

19 Februari 2021 14:03

GenPI.co - Inggris dan Kanada dilaporkan menjatuhkan sanksi kepada para jenderal yang berkuasa di Myanmar karena menggulingkan pemerintah yang dipimpin sipil.

Sementara, Jepang mengatakan setuju dengan Amerika Serikat, India dan Australia bahwa demokrasi harus dipulihkan di sana secepatnya.

BACA JUGA: Jepang Punya Menteri Kesepian, Penasaran Apa Tugasnya?

Negara-negara Barat mengutuk penggulingan dan penahanan 1 Februari lalu atas pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, yang juga membawa demonstrasi massa harian ke jalan-jalan di negara Asia Tenggara itu.

Menyusul sanksi dari AS yang diumumkan minggu lalu, Inggris dan Kanada mengumumkan tindakan pada hari Kamis (18/2/021) kemarin.

Inggris mengatakan akan memberlakukan pembekuan aset dan larangan perjalanan pada tiga jenderal sementara Kanada mengatakan akan mengambil tindakan terhadap sembilan pejabat militer.

"Kami, bersama sekutu internasional kami, akan meminta pertanggungjawaban militer Myanmar atas pelanggaran hak asasi manusia mereka dan mengejar keadilan bagi rakyat Myanmar," kata menteri luar negeri Inggris, Dominic Raab dalam keterangannya, seperti dilansir dari Reuters, Jumat (19/2/2021).

Selain itu, Inggris telah memberlakukan sanksi terhadap pemimpin militer Min Aung Hlaing, yang menuduhnya melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya dan kelompok etnis minoritas lainnya.

Hingga kini pemerintah Myanmar tidak memberikan reaksi segera atas sanksi baru tersebut. Pada hari Selasa, seorang juru bicara militer mengatakan pada konferensi pers bahwa sanksi telah diperkirakan.

Kudeta menghentikan transisi tentatif menuju demokrasi yang dimulai pada 2011 setelah hampir setengah abad pemerintahan militer, menimbulkan kekhawatiran akan kembali ke era isolasi lama meskipun para jenderal berjanji untuk mengadakan pemilihan yang adil.

Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi menerangkan dia telah setuju dengan rekan-rekannya di AS, India dan Australia dalam apa yang disebut pengelompokan Quad bahwa demokrasi harus segera dipulihkan di Myanmar.

Sebagai informasi, dilaporkan ada seorang pengunjuk rasa diperkirakan tewas setelah ditembak di kepala di ibu kota, Naypyidaw, pekan lalu. Tentara mengatakan bahwa seorang polisi tewas karena luka-luka yang dideritanya.

Sedangkan, di kota terbesar kedua, Mandalay, pengunjuk rasa berunjuk rasa pada hari Kamis untuk menuntut pembebasan dua pejabat yang ditangkap dalam kudeta tersebut. Polisi menembakkan meriam air di Naypyidaw untuk membubarkan kerumunan yang mendekati garis polisi.

Di ibu kota tua Bagan, orang-orang dengan spanduk dan bendera berbaris dalam prosesi warna-warni dengan latar belakang kuil kuno. Beberapa pengunjuk rasa berhenti di sebuah kuil untuk mengutuk para diktator, kata seorang saksi mata.

Tentara mengambil alih kekuasaan setelah komisi pemilihan menolak tuduhan penipuan dalam pemilu 8 November yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi dari Aung San Suu Kyi.

Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi kini menghadapi tuduhan melanggar Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam serta tuduhan mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal. Pemanggilannya di pengadilan telah ditetapkan pada 1 Maret.

BACA JUGA: 3 Demonstrasi Terbesar di Dunia, Ada Juga dari Indonesia!

Suu Kyi berusia 75 tahun, telah menghabiskan hampir 15 tahun di bawah tahanan rumah atas upayanya untuk membawa demokrasi dan memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 untuk perjuangannya.

Adapun, jumlah orang yang diketahui telah ditangkap sejak kudeta itu mencapai 495, di antaranya 460 masih ditahan oleh pihak militer Myanmar.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co