GenPI.co - Utusan internasional untuk pemerintah sipil yang digulingkan Myanmar terus menentang setelah militer, yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari lalu.
Dr Sasa, salah seorang warga Myanmar mendorong kampanye sanksi internasional dan penggulingan para jenderal yang terlibat kudeta.
BACA JUGA: Kedatangan Netanyahu Bawa Hawa Neraka ke UEA, Dunia Bergetar
“Hari ini, saya bangga menjadi target junta militer. Saya akan terus berdiri bersama rakyat Myanmar, memberikan hidup saya untuk kebebasan mereka, untuk demokrasi federal dan untuk keadilan,” kata Sasa dalam pernyataannya, seperti dilansird ari Reuters, Rabu (17/3/2021).
Sebelumnya, militer mengatakan pihaknya mengambil alih kekuasaan karena dugaan kecurangan dalam pemilihan November lalu, yang mengembalikan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) ke tampuk kekuasaan untuk masa jabatan lima tahun kedua.
Tetapi secara telak, komisi pemilihan telah menolak klaim tersebut, dengan memberikan keterangan bahwa tak ada kecurangan pemilu.
Para jenderal saat ini masih menahan banyak anggota komisi bersama Aung San Suu Kyi dan pejabat senior NLD bulan lalu, dan mereka bersiap akan mengadakan pemungutan suara baru, tetapi belum menetapkan tanggal.
Perebutan kekuasaan bulan lalu menghentikan transisi demokrasi Myanmar, sekitar 10 tahun setelah dimulai.
“Rezim ilegal dan tidak sah ini telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, kekejaman dan genosida. Dan, sepanjang sejarah kemerdekaan kita, telah terjadi pertumpahan darah dan penderitaan di seluruh negeri oleh mereka yang (dimaksudkan) untuk melindungi rakyat,” jelasnya.
Menurutnya, ini adalah jenderal yang sama dan harus dituntut dengan pengkhianatan tingkat tinggi, orang-orang yang menuduh dirinya dengan pengkhianatan tingkat tinggi.
Sasa menambahkan ketika dia tidak dapat kembali ke rumah karena dia akan menghadapi hukuman mati, rekan senegaranya akan terus menentang militer.
"Rakyat Myanmar terpaksa membela diri jika masyarakat internasional tidak melakukan tindakan apa pun terhadap jenderal militer yang sama yang telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan setiap harinya," terang Sasa.
Dia mengimbau masyarakat internasional segera bertindak sebelum terlambat karena pertumpahan darah akan terus berlanjut.
Dilaporkan puluhan pengunjuk rasa kini telah tewas di kota terbesar Myanmar, Yangon, dan menjadi hari paling berdarah dan mengerikan.
Sementara, di tengah meningkatnya jumlah korban tewas, kelompok hak asasi manusia mendesak masyarakat internasional untuk memberlakukan embargo senjata global.
Serta sanksi yang lebih berat terhadap para jenderal di balik kudeta, dan konglomerat bisnis militer yang luas, mencatat bahwa tidak ada tindakan tegas yang diambil setelah kudeta.
Selain itu, penjabat pemimpin pemerintahan sipil paralel Myanmar, yang ditunjuk oleh para legislator yang dicopot dalam kudeta, berjanji untuk mengejar 'revolusi' untuk menggulingkan para jenderal dan memulihkan demokrasi.
Mahn Win Khaing Than, yang bersembunyi bersama sebagian besar pejabat senior NLD, mengatakan pemerintah sipil akan berusaha memberikan hak hukum kepada orang-orang untuk membela diri.
BACA JUGA: AS Kirim Hawa Panas Neraka ke Rusia, Biden Siapkan Senjata Kiamat
“Ini saat tergelap bangsa dan saat fajar sudah dekat. Kita harus bersama hentikan penindasan ini semua,” imbuh dia.
Seperti diketahui, Aung San Suu Kyi kini tengah menghadapi setidaknya empat dakwaan, termasuk penggunaan radio walkie-talkie secara ilegal dan protokol yang melanggar terkait pandemi virus corona.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News