GenPI.co - Pengamat Politik Boni Hargens menilai prinsip kebebasan dalam demokrasi tidak berarti keluaran tanpa etika.
Menurutnya, bebas berpendapat harus disertai hormat terhadap orang lain, sebagai bentuk hormat terhadap prinsip kebebasan.
“Saya selama 10 tahun konsisten mengkritik presiden SBY dan pemerintahannya, tapi tidak pernah menghina dia sebagai pribadi ataupun sebagai Presiden,” ujarnya kepada GenPI.co, Rabu (9/6/2021).
Oleh sebab itu, dirinya setuju dengan draf Rancangan Undang Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 219, yang membahas soal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden.
“Selama batasan penghinaan itu memiliki ukuran definisional yang jelas dan selaras dengan spirit konstitusi, saya kira tidak ada masalah dengan pasal tersebut,” ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa masyarakat politik perlu membedakan kritik dan hinaan. Tidak hanya itu, dirinya juga menilai hoaks dan hasutan kebencian sudah merusak peradaban di era digital.
“Selama itu kritik, sah menurut hukum. Itu delik pidana kalau ada ujaran atau hasutan kebencian dan penghinaan personal,” ujar Boni Hargens.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) saat ini sedang melakukan sosialisasi terkait RUU KUHP.
Dalam draf tersebut, terdapat salah satu pasal yang tengah menjadi kontroversi di kalangan masyarakat.
Yakni terkait pasal 219 yang mengatur soal penghinaan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Draf RUU KUHP Pasal 219 diketahui mengatur seseorang yang dinilai menghina Presiden dan Wakil Presiden dapat diancam 3,5 tahun penjara.
Bahkan, hukuman juga diperberat hingga 4,5 tahun penjara apabila hinaan tersebut dilayangkan lewat media sosial. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News