GenPI.co - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly mengungkap alasan pemerintah memasukkan pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Dia beranggapan bahwa pemikiran liberal dapat memicu masyarakat menghina presiden dan lembaga negara.
Direktur Eksekutif Centre For Youth and Population Research (CFYPR) Uki Dedek Prayudi menanggapi pandangan tersebut.
Menurut dia, pasal penghinaan presiden dan lembaga terkait tidak ada hubungannya dengan liberal.
"Ini tidak ada hubungannya dengan liberalisme. Sebab, lebih soal psikologi rakyat yang sudah takut dan makin ditakut-takuti," ucap Dedek kepada GenPI.co, Kamis (10/6).
Dedek menjelaskan rakyat ketika melihat penegak hukum sudah takut terlebih dahulu.
Dengan demikian, dengan ditambah adanya wacana pasal penghina itu akan berdampak kepada sisi psikologi.
"Rakyat jelata dipelototin Polisi saja sudah 'muter balik', apalagi berurusan sama pengadilan. Selain itu, lawannya ialah politisi Senayan," jelasnya.
Seperti diketahui, dalam RKUHP tentang Penghinaan Lembaga Negara bertuliskan, pihak yang kedapatan melakukan penghinaan terhadap lembaga negara dapat dikenakan hukuman tahanan.
Hal itu tercantum dalam RKUHP Bab IX, yaitu Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum Dan Lembaga Negara Bagian Kesatu, Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.
Kemudian pada Pasal 353 dijelaskan bahwa penghina DPR maupun lembaga negara lainnya, baik lisan atau pun tulisan dapat dipidana penjara paling lama 1,6 tahun.
Pasal 354 juga menyebutkan bahwa orang yang kedapatan melakukan penghinaan kepada lembaga terkait melalui media sosial terancam mendapat hukuman penjara dua tahun.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News