Penyumbang Polusi Terbesar, 5 Fakta Limbah Fashion yang Berbahaya

Penyumbang Polusi Terbesar, 5 Fakta Limbah Fashion yang Berbahaya - GenPI.co
Limbah fashion. Foto: ANTARA

Pewarnaan tekstil menjadi polutan air terbesar kedua di dunia, karena sisa air dari proses pewarnaan sering kali dibuang ke selokan dan sungai.

Padahal, limbah ini mengandung zat-zat sisa pewarna kimia sintetis yang berbahaya bagi lingkungan.

Limbah fashion juga bisa berupa sisa kain dari produksi pakaian di pabrik berskala kecil dan besar, serta pakaian tak terpakai yang kita buang, seperti yang dilihat oleh Dinda.

BACA JUGA:  Soal Limbah Batu Bara di Marunda, Pemerintah Diminta Audit PT KCN

Masalahnya, sejumlah bahan pakaian tidak mudah terurai secara alami. Contohnya, polyester dan nilon, yang membutuhkan waktu antara 20 - 200 tahun hingga bisa terurai.

Meski begitu, ada juga pakaian dari bahan kain bisa terurai secara alami, misalnya katun, terutama yang 100 persen. Katun bisa terurai dalam hitungan minggu hingga 5 bulan, sedangkan bahan linen bisa terurai dalam dua minggu. 

2. Berdampak pada krisis iklim

BACA JUGA:  Cegah Limbah Kecantikan, Sociolla Terapkan Kotak Ramah Lingkungan

Dewi menjelaskan, emisi karbon yang sangat besar dari industri fashion terjadi pada setiap tahap rantai pasokan fashion dan siklus produk. Tetapi, 70% emisi karbon berasal dari kegiatan hulu, seperti produksi dan pemrosesan bahan mentah.

Tak hanya itu, dampak fashion terhadap krisis iklim antara lain juga terkait dengan air, bahan kimia, penggundulan hutan, limbah tekstil, serta mikroplastik yang tidak bisa terurai secara alami.

BACA JUGA:  Proklim Bisa Jadi Langkah Kolaborasi Mitigasi Perubahan Iklim

“Hasil pencucian pakaian dari bahan sintetis dalam setiap beban pencucian akan menghasilkan lebih dari tujuh ratus ribu serat mikroplastik, yang akan langsung mengalir ke pembuangan air dan bermuara di laut,” kata Dewi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya