Dear Diary

Maut Merenggut Nyawa Calon Istriku

Maut Merenggut Nyawa Calon Istriku - GenPI.co
Ilustrasi (Foto Pinterest)

Bola mata gadismu berkaca-kaca. Satu tarikan napas panjang. Tanpa ditanya dua kali dia mengangguk. “Aku bersedia menikah denganmu,” gadismu menjawab mantap.

Sedetik kemudian taman bunga ini menjadi riuh, kau berteriak, bahagia sekali. Puluhan balon terbang, warna-warni menghiasi birunya langit, seperti apa yang telah direncanakan.

BACA JUGA: Darahku Mendidih di Era Pandemi Corona, Anakku Ternyata… 

Hitungan minggu setelah kejadian indah di taman bunga, kau memutuskan untuk datang ke butik, memilih baju pengantin. Siang itu matahari gagah berani menampakan dirinya, membuat orang berkata ketus padanya.

Kau tidak peduli meski sinar matahari menyengat kulitmu, karena ada seorang perempuan yang menyejukanmu dengan senyumannya. Kau memilih untuk mengendarai motor, memaksanya berlari sangat kencang. 

Gadismu mendekap erat, erat, semakin erat. Naasnya, kau harus membayar mahal atas keputusanmu itu. Tak lama kemudian semua kebahagiaanmu sirna.

Cukup satu detik saja senyuman bisa berubah menjadi tangisan. Cukup satu detik saja kebahagiaan bisa berubah menjadi penderitaan. Satu detik yang berlalu berubah menjadi kenangan, kenangan yang bisa membuat simpul senyum di bibir atau mengalirkan anak sungai di pipi.

Kau selalu membiarkan rasa sepi itu menemani. Tidak peduli ratusan hari telah terlewati, kau selalu saja memilih untuk menyendiri. Menenggelamkan diri pada gelapnya malam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya