
Sabar. Kuncinya sabar. Setelah lima jam bersabar, datanglah juru selamat yang sesungguhnya. Anak muda. Berwajah Pakistan. Ia membuka laptop dan menyeruput air putih dari botol plastik.
Namanya Zahid Raja. Kerja di proyek Neom. Ia menginterogasi saya: bagaimana bisa tiba di kota yang sedang diaduk-aduk tanahnya ini. Ia sendiri belum banyak tahu Neom. Baru satu bulan di situ.
Ternyata saya pernah ke kampungnya di Punjab. Itu membuat pembicaraan lebih akrab.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Grup Adani: Juru Selamat
Datang pula seorang muda berwajah Tionghoa. Saya sapa dengan bahasa Mandarin. Ternyata ia dari Hangzhou. Saya sapa lagi pendatang baru. Bule. Dari Jerman.
Gazebo itu pun penuh. Orang dari berbagai penjuru dunia ada di situ. Mereka bekerja di proyek kota baru Neom. Mereka makan siang.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tikungan Lion
Akhirnya si Pakistan membawa saya ke satu tempat 15 km dari situ. Mobilnya Hyundai. Ada hotel di situ. Tapi sudah penuh dikontrak jangka panjang oleh kontraktor Neom.
Di pinggir laut Merah nun di sana juga ada beberapa hotel bintang lima. Sama. Penuh. Untuk eksekutif proyek Neom.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Teddy Sambo
Inilah kota baru yang panjangnya 200 km lebarnya 100 km. Memanjang di pantai Laut Merah sisi utara. Dekat dengan Teluk Aqabanya Jordania. Neom lebih dekat ke Petra daripada ke Makkah.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News