Dukung Pemerintah Putuskan BBM Naik, Akademisi Ini Bongkar Alasannya

27 Agustus 2022 16:20

GenPI.co - Rencana Pemerintah naikin harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dinilai tepat, lantaran banyak orang-orang yang mampu ikut menikmati subsidi hingga membuat beban APBN membengkak.

Hal itu disampaikan Akademisi Universitas Paramadina Eisha M. Rachbini, saat dihubungi, Sabtu (27/8/2022).

Menurutnya, BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar saat ini membuat beban APBN makin membengkak, di mana anggaran subsidi energi ini bisa naik 229 persen menjadi Rp 502 triliun.

BACA JUGA:  Harga BBM Dikabarkan Naik, DPR Beri Kabar Bahagia

Oleh karena itu, kenaikan harga BBM bersubsidi sangat tepat karena banyak orang yang mampu turut menikmati subsidi buat orang kurang mampu ini.

"Subsidi selayaknya harus diterima oleh masyarakat miskin, namun subsidi BBM ini faktanya juga diterima masyarakat mampu. Hanya 20 persen dari BBM bersubsidi yang dikonsumsi oleh masyarakat kurang mampu (40 persen pendapatan bawah). Jika BBM bersubsidi tetap harganya, sementara harga minyak dunia masih tetap tinggi, maka APBN pengeluaran bisa jebol," ujar Eisha Rachbini.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan soal Harga BBM Naik: BBM 303

Disisi lain, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini berharap agar pemerintah hati-hati dalam menyusun kebijakan.

Sebab, kenaikan BBM bersubsidi tersebut akan membuat harga-harga ikut naik, dan dipastikan daya beli masyarakat akan menurun sekaligus pertumbuhan ekonomi pasti melambat.

BACA JUGA:  Efektifkah Kenaikan Harga BBM Pertalite? Begini Kondisinya

"Kenaikan BBM bersubsidi ini juga bisa menyebabkan kenaikan harga-harga lainnya seperti bahan pokok dan meningkatkan inflasi. Daya beli masyarakat bisa turun dan ini perlu hati-hati, inflasi juga bisa berdampak pertumbuhan melambat," jelasnya.

Eisha juga menambahkan, saat ini kuota BBM pertalite sudah mencapai 70 persen dari total yang dialokasikan sampai dengan akhir tahun, artinya untuk memastikan ketersediaannya maka perlu meningkatkan jumlah quota.

"Ketersediaan BBM ini juga sangat penting, jika langka maka perekonomian juga akan sulit. Dengan harga minyak dunia yang tinggi, sebagai importir minyak ketika harga BBM subsidi rendah, pengguna BBM nonsubsidi banyak yang beralih ke BBM subsidi, ini yang membuat beban APBN untuk energi semakin besar," ungkap dia.

Pemerintah kini juga dihadapkan dengan agenda-agenda pencapaian yang harus sesuai dengan rencana dan target, seperti defisit anggaran yang harus dijaga.

Selain itu, memastikan agenda pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga perlu berjalan, misalnya menyediakan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang baik, mencegah stunting, dan lain-lain.

"Memang anggaran untuk masyarakat miskin ini perlu dipastikan benar-benar manfaatnya, dibandingkan mengeluarkan subsidi energi yang tidak tepat sasaran penerimanya, namun membuat pengeluaran APBN membengkak," terang dia.

Pemerintah lantas disarankan perlu mengurangi subsidi energi yang tidak tepat sasaran, karena subsidi tersebut ikut dinikmati oleh masyarakat mampu.

Peraih gelar doktor di Waseda University Amerika Serikat (AS) menuturkan untuk mengurangi beban APBN dan menjaga defisit APBN maka perlu kenaikan harga BBM bersubsidi.

"Kenaikan harga BBM subsidi bisa menggerus daya beli masyarakat yang belum pulih, terutama masyarakat miskin dan rentan miskin masih belum kembali daya belinya, sehingga perlu adanya bantalan sosial bagi masyarakat yang miskin dan rentan miskin tersebut, untuk menjaga daya beli mereka," tandasnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co