GenPI.co - Jika ada salah satu hal yang paling kusyukuri dalam hidup, mungkin ketika aku menikah dengan Ronal.
Aku harus mengakui kisah cintaku dengannya sangat berliku. Hubungan kami sebelum menikah selalu naik turun.
Suatu ketika kami sangat hangat. Pada lain waktu, kami bisa seperti tidak mengenal satu sama lain.
Kami bisa berubah seperti orang yang benar-benar mabuk cinta. Namun, kami juga bisa menjadi orang asing.
Namaku Gina. Pernikahanku dengan Ronal baru seumur jagung. Kami menikah pada Agustus 2022.
Saat ini, kami tinggal di Jakarta. Kami memilih tinggal di rumah sendiri. Selayaknya pengantin baru, kami masih dipayungi kecanggungan,
Aku belum sepenuhnya mengetahui apa pun kesukaan Ronal. Dia pun sama. Kami masih dalam tahap penjajakan.
Wajar, sih. Kami memang tidak terikat hubungan yang sangat lama selayaknya orang pacaran.
Kami sebenarnya sudah saling mengenal sejak lama. Kami adalah teman lama. Kami diperkenalkan teman.
Pada awalnya, kami tidak memiliki rasa apa pun. Namun, cinta memang bisa datang kapan saja.
Benih-benih cinta tumbuh setelah kami sering bertemu. Kami pun berkomunikasi dengan intens.
Tidak ada yang istimewa dengan komunikasi kami. Kami berkomunikasi sekadarnya. Seadanya.
Namun, harus kuakui aku menyukainya. Aku menyukai caranya menjalani hidup. Aku mengagumi caranya menangani apa pun.
Aku memendamnya. Aku tidak yakin. Dia mungkin buaya darat. Aku sering mendengar cerita buruk tentangnya.
“Dia memang begitu orangnya,” kata Lia, temanku.
Aku diam saja. Toh, aku juga tidak pernah serius dengannya. Aku memang mengaguminya. Namun, aku tidak berniat menjalin hubungan dengannya.
Suatu ketika Ronal menembakku. Dia memintaku menjadi pacarnya. Aku diam saja. Aku tidak memberikan jawaban apa pun.
Aku sengaja membiarkannya hidup dalam ketidakpastian. Dia kembali memintaku menjadi pacarnya. Jaraknya sangat lama.
Aku tidak juga memberi jawaban. Ronal juga tidak mendesakku. Dia terlihat sangat santai seperti tidak terjadi apa-apa.
Aku ingat Ronal kembali memintaku menjadi pacarnya. Aku lagi-lagi membiarkannya.
“Kenapa nggak mau?” tanya Lia.
“Nggak yakin aja,” jawabku.
“Alasannya?”
“Dari ceritamu,” ujarku.
Lia meninggikan pundaknya. Dia tidak memaksaku. Jantungku berdegup kencang pada akhir 2021. Ronal tiba-tiba mengajakku menikah.
Deg. Aku terbungkam.
“Aku harus bagaimana?”
Seperti biasanya, aku bertanya kepada Lia. Dia adalah orang yang sangat tahu kehidupanku. Saat itu, aku merasa kalut. Aku tidak menyangka Ronal mengajakku menikah.
Umurku memang sudah 28 tahun. Namun, aku belum berpikir melangsungkan pernikahan. Aku masih ingin menikmati kebebasanku. Lia memberikan kemerdekaan kepadaku untuk memilih.
“Kalau berani, tanya mamaku,” aku menantang Ronal.
Ronal ternyata memenuhi tantanganku. Dia datang ke rumahku. Aku ingat dia datang mengenakan kemeja hitam. Dia naik mobil kesayangannya.
Mamaku menyerahkan semua jawaban kepadaku. Aku tiba-tiba saja mengangguk. Keyakinanku soal Ronal berada di titik tertinggi. Setelah itu, seperti yang kuceritakan, kami menikah. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News