GenPI.co - Ketua YLBHI Muhammad Isnur menilai masuknya pasal kohabitasi (tinggal satu rumah tanpa perkawinan) dan perzinahan dalam RKUHP berbahaya bagi kehidupan masyarakat.
Isnur mengatakan kohabitasi sebenarnya menyangkut dalam ranah pribadi.
Dia menyatakan kohabitasi sebagai pasal akan berbahaya jika dilihat dari segi ancaman dan delik aduan.
"Sebelumnya, hal itu bukan tindak pidana, melainkan moral biasa. Kalau misalnya seseorang punya moral agama, wilayah dosa itu berkaitan dengan Tuhan," ucap dia di depan gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (5/12).
Isnur pun mengaku heran karena hal yang sifatnya pribadi tersebut malah menjadi urusan pidana dan menjadi kejahatan baru.
"Jadi, suatu delik dengan norma kejahatan, kemudian diatur pidana. Akhirnya, masyarakat menganggap hal itu menjadi suatu kejahatan yang harus diberantas," ujarnya.
Isnur mengkhawatirkan apabila kohabitasi tersebut dijadikan pasal, kemungkinan masyarakat akan bertindak berlebihan.
Dia menilai pasal tersebut juga akan memberikan legitimasi kepada masyarakat untuk bergerak dan melakukan penggerebekan.
"Ada potensi seperti itu karena di masyarakat bilang, 'Lho, nggak ada yang mengadukan? Nggak ada yang memproses, ya, sudah saya gerebek saja soal polisi, ya, soal nanti," ungkapnya.
Oleh karena itu, Isnur menyebut DPR RI seharusnya lebih hati-hati dalam merumuskan draf RKUHP.
Selain soal kohabitasi, dia juga menyebut banyak pasal yang akan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat.
Adapun salah satu perihal kohabitasi tertuang pada pasal 412 RKUHP yang rilis pada 30 November 2022.
Dalam pasal itu, disebutkan orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News