
”Iya, kamu… Punya batik bagus, nggak?”
”Yang jelek aja nggak punya, Pak,” kata saya menjawab jujur, tapi bikin seluruh yang hadir dalam rapat itu tertawa.
Saya sungguh tak bermaksud melucu. Apakah itu jawaban yang bodoh atau konyol? Sampai bikin semua orang tertawa?
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Ratu Elizabeth II: Tinta Elizabeth
”El, belikan dia batik yang paling bagus, dan paling mahal,” kata Pak IDR, memberi perintah pada Bang Eel.
”Nanti kamu pakai pas peresmian pabrik Maestrochip Corp. Saya diundang, saya mau ajak Abdur hadir.”
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan dan Hasan Aspahani: Siapa Membunuh Putri, Kunci Kamar Kos
Saya memang tak punya baju batik. Kecuali dulu batik kodian seragam sekolah. Tapi mengingat batik mau tak mengingatkanku pada perempuan itu.
Perempuan yang masih kuharapkan bisa kutemukan lagi, yang jadi semacam alasan tambahanku datang ke kota pulau ini.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Mantan Ketum PPP Suharso Monoarfa: Partai Amplop
Secara jarak, dari kota pulau ini aku lebih dekat dengan dia. Kami bertemu di Malang. Ia datang bersama kelompok kerja sosial dari kampusnya di negeri seberang itu.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News