Catatan Dahlan Iskan: Durian Tarmidji

Catatan Dahlan Iskan: Durian Tarmidji - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Disway

Itulah kedatangan saya pertama ke Pontianak. Tahunnya saya sudah lupa. Setelah dua hari di sana saya mengambil kesimpulan: Harian Akcaya ini tidak perlu saya.

Akcaya sudah punya kantor. Sudah punya mesin cetak. Tidak punya utang. Bisa beli bahan-bahan baku sendiri. Masih bisa terbit rutin seminggu sekali.

"Bapak tidak perlu investor. Jalan sendiri saja," ujar saya.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Gunung Kawi

"Saya pengin mingguan ini jadi harian. Saya pengin maju. Saya merasa cocok dengan Pak Dahlan," ujar Pak Tabrani.

Waktu Pak Tabrani memang terbatas. Ia pejabat tinggi di Pemda Kalbar: Asisten sekwilda. Potensial sekali naik jabatan. Ia mencintai dunia publikasi dan fotografi. Sejak masih muda. Sosoknya mungil, kulitnya bening, bicaranya lirih, solah bawanya halus.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan soal Korban Gempa Cianjur: Tunggu Ahli

Ia tidak pernah menyela orang yang lagi bicara. Pak Tabrani kini hidup bersama salah satu anaknya, sejak istrinya meninggal 5 tahun lalu. Ia pun tahu: kini saya sudah bukan siapa-siapa lagi.

Pun di perusahaan yang membawahkan Pontianak Post itu. Tapi persahabatan kami melebihi kekuasaan duniawi. Saya senang bicara Pak Tab kian lancar. Jauh lebih baik dari pertemuan-pertemuan sebelum ini.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan soal Bayu Skak: Arek Kesel

Biar di kursi roda tapi masih bisa pindah sendiri dari kursi roda ke mobil. Memang dengan susah payah, tapi bisa. Saya tidak membantunya naik mobil. Ia harus bisa sendiri. Dan ia bangga dengan kemampuannya itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya