Aku Harus Bayar Mahal Gegara Seorang Pria Dari Aplikasi Kencan

09 Agustus 2022 06:20

GenPI.co - Hai, perkenalkan namaku Clara. Biasanya, orang-orang memanggilku Lala.

Ini adalah ceritaku saat bertemu dengan seorang pria melalui aplikasi kencan.

Tujuanku bermain di aplikasi tersebut tentunya untuk mencari pasangan. Pasalnya, aku sudah 2 tahun menjadi jomblo.

BACA JUGA:  Paras Cantik Ibu Guru Membuatku Kelepek-kelepek, Aduhai

Jujur, aku takut menggunakan aplikasi kencan. Namun, beberapa dari temanku menyarankan untuk mencobanya.

Mereka mengatakan, setidaknya aku bisa belajar untuk berkomunikasi dengan orang baru.

BACA JUGA:  Bekerja Sebagai Pramugari, Cintaku Terbang Mengelilingi Dunia

Singkat cerita, aku berkenalan dengan seorang pria bernama Dewa lewat aplikasi kencan.

Dilihat dari fotonya, dia memiliki postur tubuh yang besar dan kulit sawo matang.

BACA JUGA:  Bertahan LDR 5 Tahun, Aku Mendadak Diputusin Kekasih

Satu minggu setelah saling menemukan di aplikasi, Dewa memutuskan untuk bertemu dengan alasan memastikan bahwa aku adalah orang sungguhan.

Aku pun menerima ajakannya untuk bertemu di akhir pekan, tepatnya di sebuah kafe di kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

"Share loc dong, nanti biar aku jemput di rumah," katanya, melalui pesan singkat.

"Ngga perlu, kita ketemu di lokasi aja," kataku, menolak permintaanya.

"Kamu takut aku culik, La? haha," lanjutnya.

"See you," balasku singkat, mengakhiri percakapan.

Akhirnya kami bertemu di sebuah cafe estetik di kawasan itu.

Namun, aku harus menunggu satu jam lebih dari waktu pertemuan seharusnya. Ia beralasan kesulitan mencari tempat parkir.

Selama beberapa jam, kami bercerita tentang apa pun dan menurutku dia adalah orang yang menyenangkan.

Dia paham betul bagaimana harus menyikapi cerita perempuan dan tidak terlalu mendominasi.

Sampai akhirnya jam menunjukkan pukul 19.00 WIB, aku memutuskan untuk pulang.

Aku pun menyinggung obrolan terakhir kami di aplikasi kencan soal lokasi rumahku.

"Katanya mau tahu rumah aku langsung, kan? Sekalian balik, ya, anterin pulang boleh dong?" tanyaku dengan tatapan merayu.

"Sorry, kalau malam buru-buru, nih. Harus jemput nyokap soalnya, nggak apa-apa, kan, La?" katanya.

"Oh gitu, ya, udah aku ke toilet sebentar sebelum kita keluar cafe," balasku.

Beberapa menit setelah dari toilet, aku tidak melihatnya lagi. Semua barang-barangnya bahkan sudah tidak ada lagi di atas meja.

Aku tetap menunggunya sampai mengirimkan pesan berkali-kali. Namun, tidak ada balasan darinya.

Jam operasional cafe itu pun berakhir, aku ditinggalkan dengan tagihan makan kami berdua yang harganya tidak murah.

Kecewa? Tentu saja. Aku merasa dijebak bahkan dimanfaatkan. Seharusnya aku tidak mudah percaya dengan pria yang baru aku temui.

Beberapa bulan usai pertemuan tersebut, Dewa kembali menghubungi aku melalui aplikasi.

"La, apa kabar? Sorry, ya, beberapa bulan lalu aku pergi tanpa pamit, sebagai permintaan maaf kita ketemu, yuk," katanya, tanpa merasa bersalah.

Aku memutuskan untuk tidak merespons chatnya sama sekali sekali. Aku juga memutuskan untuk memblokir kontaknya agar dia tidak bisa menghubungi aku lagi. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co