GenPI.co - Akademisi politik Kris Nugroho memberikan pandangannya terkait penyelenggaraan Referendum Terbatas Konstitusi 1945 di Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait periodisasi presiden tiga periode.
Menurutnya, penyelenggaraan referendum itu hanya didasari pada spekulasi tingginya elektabilitas Presiden Joko Widodo, sehingga perlu dilanjutkan ke periode ketiga.
“Namun, konstitusi kita ini tidak memungkinkan hal tersebut, karena hanya dua periode. Kecuali jika ada semangat dari seluruh rakyat Indonesia untuk melakukan referendum,” ujarnya kepada GenPI.co baru-baru ini.
Namun, Kris mengatakan bahwa perlu melewati putusan dari sidang umum MPR untuk mengadakan sebuah referendum.
“Sebab, referendum di dalam konstitusi itu memang tak bisa dilakukan begitu saja tanpa melalui hasil dari sidang MPR,” katanya.
Pengajar di Universitas Airlangga itu memaparkan bahwa upaya sebuah referendum untuk mencapai sidang umum MPR tidaklah mudah.
Pasalnya, harus dikumpulkan suara mayoritas anggota MPR untuk mencapai sebuah kesepakatan bahwa referendum itu diterima.
“Risiko politik dari referendum juga sangat besar. Sebab, referendum juga bisa memecah masyarakat Indonesia,” paparnya.
Kris menuturkan bahwa perpecahan dalam masyarakat yang dimaksudnya adalah pro kontra yang kontraproduktif untuk stabilitas politik nasional.
“Nanti bisa muncul gerakan-gerakan tandingan, seperti kelompok anti-Jokowi atau kelompok lainnya yang bisa meningkatkan suhu politik,” tuturnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News