GenPI.co - Aku tak menyangka pacarku sangat agresif. Saking agresifnya dia, aku sampai susah mengimbanginya.
Sore itu pacarku mengajakku berolahraga di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta.
Aku menurut saja. Sebab, aku memang merasa kurang berolahraga. Rutinitas di kantor membuatku sering melupakan olahraga.
Pacarku bernama Diki. Kami bukan pasangan yang gemar berolahraga seperti orang lain.
Namun, sejak sebulan terakhir, pacarku sering mengajakku berolahraga rutin. Aku sampai heran.
“Kenapa, sih?”
“Biar sehat, sayang,” jawab Diki.
Iya juga, sih. Mana ada olahraga buat sakit? Pacarku ada-ada saja. Aku mencubit lengannya dengan gemas.
Aku ingat hari itu ialah Minggu. Sudah sejak siang pacarku terus membombardirku dengan berbagai pesan.
Dia terus mengingatkanku untuk bersiap-siap. Aku sampai geli sendiri membaca pesan-pesannya.
“Udah siap?” tanya Diki sesaat setelah sampai rumahku.
“Lihat sendiri, kan?” jawabku.
Diki langsung memintaku masuk mobil. Aku melihat sepatu dan baju olahraga di mobilnya.
Benar-benar niat. Batinku. Jarum jam masih menunjukkan pukul 15:06 WIB. Belum terlalu sore.
Setelah sampai di GBK, kami langsung memarkir mobil. Kami bergantian mengganti pakaian di mobil.
Setelah itu kami langsung mulai berlari. Awalnya kami hanya berlari kecil. Kami masih pemanasan.
Namun, Diki mulai agresif. Dia mempercepat larinya. Aku sampai kewalahan mengimbanginya.
“Pelan-pelan, sayang,”
Diki tersenyumn. Dia lalu memperlambat larinya. Akan tetapi, hal itu berlangsung sebentar.
Diki kembali mempercepat larinya. Sial, pikirku. Aku sampai ngos-ngosan mengejarnya.
Kukeluarkan jurus terakhir. Aku pura-pura ngambek. Aku tidak mau lagi ditinggal.
“Jangan marah, dong,” Diki merayuku.
“Kamu gitu, sih,” jawabku. Mukaku manyun.
“Ya, udah. Aku pelan-pelan, deh,”
Benar saja. Diki menurut. Dia tidak lagi meninggalkanku. Kami pun bisa berlari dengan lebih gembira. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News